Sabtu, 10 Agustus 2013

Arca Ganesha

ARCA GANESHA


 
Arca Ganesha Museum Nasional 

Pada arca hindu dikenal istilah antropomorsis, adalah penggambaran manusia setengah binatang. Ganesha merupakan salah satu arca antropomorsis. Ciri khususnya adalah digambarkan sebagai manusia berkepala gajah (setengah gajah).
Ganesha digambarkan dengan bermacam-macam, ada yang duduk, ada yang berdiri, dan kadang digambarkan sedang menari. Jika dalam posisi duduk, ganesha tidak dapat bersila, karena Ganesha selalu digambarkan berperut buncit.

Ganesha memiliki rambut yang disanggul ke atas menyerupai mahkota. Mahkota-nya berbentuk bulan sabit dan di atas bulan sabit ada tengkoraknya yang disebut Ardhacandrakapala, sebagai pertanda bahwa adalah anak Dewa Siwa. Ciri lainnya adalah trinetra, yang hanya dimiliki oleh Siwa dan Ganesha. Telinganya telinga gajah, dengan belalainya. Belalainya selalu menuju ke kiri menghisap madu yang ada di mangkuk pada tangan sebelah kirinya melambangkan karakter kekanak-kanakan dalam diri Ganesha, yang menyatakan bahwa ia adalah seorang anak. Mangkok tersebut kadangkala digambarkan sebagai batok kepala, batok kepala yang dibelah. Simbol yang menggambarkan Ganesha sedang menyerap otak (kepala).  Ganesha disebut dewa ilmu pengetahuan karena ganesha digambarkan sedang menyerap otak, dimana otak digambarkan sebagai sumber asal akal manusia yang merupakan sumber ilmu pengetahuan.

Ganesha memiliki 4 tangan atau disebut juga catur biuja. Hal inilah yang membedakan manusia dengan dewa. Dari keempat tangan, tangan yang di depan sebelah kanan membawa gading yang patah (ekadanta). Ada juga arca yang digambarkan utuh dan ada juga yang digambarkan patah. Patahan gading itu dapat digunakan ganesha untuk membunuh musuhnya.

 
Patung Batara Gana (Ganesha) di Candi Prambanan

Tangan sebelah kanan belakang membawa tasbih, sementara tangan kiri belakang membawa kapak. Sebagaimana penggambaran arca dewa lainnya, arca patung Ganesha memiliki lingkaran suci atau cahaya di belakang kepalanya, dalam bahasa sansekerta disebut Sirascakra (sira berarti kepala, cakra berarti roda atau lingkaran). Namun demikian arca Ganesha ada yang digambarkan dengan sandaran dan tanpa sandaran. Bila ditempatkan di tengah relung candi biasanya tidak memiliki sandaran. Ganesha juga memiliki tali kasta atau Upawita ular,selain itu juga dilengkapi dengan kalung, kelat bahu, gelang tangan dan gelang kaki.

Arca Ganesha lainnya digambarkan sedang berdiri dan mengangkat satu kakinya. Itu adalah Ganesha yang digambarkan sedang menari, oleh karena itu disebut juga raja tari. Ayahnya, Dewa Siwa sebenarnya yang disebut raja tari. Tarian Ganesha bisa dibilang tarian jenaka, karena badannya yang gemuk. Ganesha banyak disukai karena tingkah lakunya yang jenaka.

 

  
Beberapa jenis bentuk penggambaran Arca Ganesha

Ganesha juga dikenal sebagai dewa penghalau bahaya atau pengusir rintangan. Selain itu Ganesha juga disebut ganapatya, pemimpin para gana, murid-murid Dewa Siwa. Ganesha dianggap sebagai panglima tinggi diantara jajaran ketentaraan Dewa Siwa. Karena itu Ganesha juga dikenal juga sebagai dewa perang. Wahana atau kendaraan Ganesha adalah tikus.

Ganesha berkepala gajah?

Kitab Siwa Purana menceritakan, pada suatu Dewi Parvati/ Parwati (istri Dewa Siwa) ingin mandi. Karena tidak ingin diganggu, maka ia menciptakan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ganesha. Ia berpesan kepada Ganesha agar tidak mengizinkan siapapun masuk ke rumahnya saat Dewi Parwati mandi dan hanya boleh menuruti perintah Dewi Parwati saja. Pesan dan perintah tersebut dilaksanakan dengan baik oleh Ganesha.
Syahdan Dewa Siwa suami Dewi Parwati pulang dan hendak masuk ke rumahnya, namun ia tidak dapat masuk karena dihadang oleh anak kecil yang menjaga rumahnya. Ganesha melarangnya karena ia melaksanakan perintah Dewi Parwati. Dewa Siwa menjelaskan bahwa ia suami dewi Parwati dan rumah yang dijaga Ganesha adalah rumahnya juga. Namun Ganesha tidak mau mendengarkan perintah Dewa Siwa, sesuai dengan perintah ibunya untuk tidak mendengar perintah siapapun. Dewa Siwa kehilangan kesabarannya dan bertarung dengan Ganesha. Pertarungan amat sengit sampai akhirnya Dewa Siwa menggunakan Trisulanya dan memenggal kepala Ganesha. Saat Dewi Parwati selesai mandi, ia menemukan putranya sudah tak bernyawa. Mengetahui putranya dibunuh oleh Dewa Siwa, ia menjadi amat marah dan menuntut agar anaknya dihidupkan kembali.
Dewa Siwa tersadar akan perbuatannya dan ia menyanggupi permohonan istrinya. Dewa Siwa kemudian menemui Dewa Brahma menceritakan kejadian tersebut. Kemudian atas saran Dewa Brahma, Dewa Siwa mengutus abdinya, Gana, untuk memenggal kepala makhluk apapun yang dilihatnya pertama kali yang menghadap ke utara. Ketika turun ke dunia, Gana mendapati seekor gajah dengan kepala menghadap utara. Saat mengetahui kepalanya akan dipenggal sang gajah melawan hingga salah satu gadingnya patah. Namun kepala gajah itu pun akhirnya dapat dipenggal dan digunakan untuk menggantikan kepala Ganesha, hingga akhirnya Ganesha dihidupkan kembali oleh Dewa Siwa.

  Tambahan Penjelasan:
Anthropomorphic
atribusi karakteristik manusia ke makhluk bukan manusia. Subyek antropomorfisme seperti binatang yang digambarkan sebagai makhluk dengan motivasi manusia, dapat berpikir dan berbicara, atau benda alam seperti angin atau matahari. Istilah antropomorfisme berasal dari bahasa Yunani ἄνθρωπος (anthrōpos) yang berarti manusia dan μορφή (morphē) yang berarti bentuk.
Definition: Anthropomorphic is the attribution of uniquely human characteristics to non-human creatures and beings, natural and supernatural phenomena, material states and objects or abstract concepts. Subjects for anthropomorphism commonly include animals and plants depicted as creatures with human motivation able to reason and converse, forces of nature such as winds or the sun, components in games, unseen or unknown sources of chance, etc. Almost anything can be subject to anthropomorphism.
Zoomorphic
Definition: Zoomorphic is the shaping of something in animal form or terms. Examples include:
- Art that imagines humans as animals
- Art that creates patterns using animal imagery, or animal style
- Animal-deities, such as exist in Egyptian mythology
Therianthrophic
(from n. therianthrope and adj. therianthropic, part man and part beast, from the Greek theríon, θηρίον, meaning “wild animal” or “beast” (impliedly mammalian), and anthrōpos, άνθρωπος, meaning “human being”) refers to the metamorphosis of humans into other animals. Therianthropes have long existed in mythology, appearing in ancient cave drawings such as the Sorcerer at Les Trois Frères.
The term therianthropy was used to refer to animal transformation folklore of Asia and Europe as early as 1901. Sometimes, “zoanthropy” is used instead of “therianthropy”.
Therianthropy: the ability to shapeshift into animal formThe tendency of viewing human behaviour in terms of the behaviour of animals, analogous to anthropomorphism, which views animal behaviour in human terms
Therianthropy was also used to describe spiritual belief in animal transformation in 1915 and one source raises the possibility the term may have been used in the 16th century in criminal trials of suspected werewolves. Horus is an ancient Egyptian deity. Many Egyptian deities were portrayed as theriocephalous (with a human body and an animal head).

2007 arie saksono
Dikutip dari tulisan Arie Saksono di http://ariesaksono.wordpress.com/2008/05/22/arca-ganesha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar